MAKALAH
TEORI PSIKOLOGI CARL ROGERS
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah psikologi
Disusun oleh kelompok II
1.
Adita Irmawanti
2.
Hani Haryani
3.
Muhtarul Anam
4.
Nandi Noer Royana
5.
Risal Maulana
6.
Rizqi Agung
7.
Siti Romlah
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKes BUDI LUHUR CIMAHI
2012/ 2013
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Bismullahirahmanirrahim
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya yang tak
henti henti diturunkan kepada kami sehingga akhirnya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “TEORI PSIKOLOGI CARL ROGERS”. Adapun tujuan
dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
psikologi.
Ucapan
terima kasih hendaknya penulis sampaikan kepada pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini, baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak. Karena
penulis menyadari tanpa bantuan dari pihak-pihak tersebut makalah ini tentunya
tidak akan dapat diselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari kesempurnaan, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan peenulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah
penulis dimasa yang akan datang.
Akhir
kata penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih dan sangat berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan khususnya dibidang pendidikan dan
kesehatan.
Cimahi, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
I.2. TUJUAN
PENULISAN
I.2.1. TUJUAN UMUM
I.2.2. TUJUAN KHUSUS
1.3. SISTEMATIKA
PENULISAN
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN
III.1.
TEORI HUMANISTIK CARL ROGERS
III.1.1.
Aktualisasi Diri
III.1.2.
Perkembangan Kepribadian
III.2. POKOK –
POKOK TEORI ROGERS
III.3.
METODE – METODE PENYELIDIKAN CARL ROGERS
III.4. DINAMIKA KEPRIBADIAN
III.5. APLIKASI
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perilaku dan kognisi manusia. Menurut asal katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang berarti jiwa) dan
"-λογία" (-logia yang
artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Psikolog adalah seorang ahli dalam bidang praktik psikologi, bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
Psikolog dapat dikategorikan ke dalam beberapa bidang tersendiri sesuai dengan
cabang ilmu psikologi yang ditekuninya, misalnya Psikolog klinis, psikolog pendidikan,
dan psikolog industri. Psikolog di Indonesia tergabung dalam organisasi profesi bernama Himpunan Psikolog
Indonesia (HIMPSI).
Sepanjang sejarah keinginan
manusia untuk mengetahui sebab-sebab tingkah lakunya dan semenjak psikologi
menjadi pengetahuan yang otonom, masalah aspek kejiwaan yang mengatur,
membimbing dan mengontrol tingkah laku manusia selalu timbul dan menjadi
persoalan. Pengertian umum (popular) mengenai inner entity ini
barangkali ialah jiwa (soul). Menurut teori “Jiwa“
gejala-gejala kejiwaan (mental phenomena) dianggap sebagai
pencerminan (manifestasi) substansi khusus yang secara khas berbeda dari
substansi kebendaan. Dalam pikiran keagamaan jiwa itu dipandang sebagai abadi,
bebas dan asalnya suci.
Psikologi sendiri telah dikenal
sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu
untuk kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai
ilmu yang mempelajari gejala - gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan
(Anima), karena itu tiap - tiap makhluk hidup mempunyai jiwa.
I.2. TUJUAN PENULISAN
I.2.1. TUJUAN UMUM
Agar
mahasiswa mengetahui tentang psikologi menurut para ahli dan dapat
menerapkannya dalam merancang atau menyusun suatu rencana asuhan keperawatan
yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga sesuai kasus dengan benar.
I.2.2. TUJUAN KHUSUS
·
Mahasiswa mampu mengetahui
teori
psikologi Carl Rogers.
·
Mahasiswa mampu menjelaskan pokok - pokok teori psikologi Carl
Rogers.
·
Mahasiswa mampu merancang,
menyusun rencana asuhan keperawatan, dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam proses
keperawatan dengan mengacu pada teori psikologi Carl Rogers.
I.3. SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
I.2. TUJUAN PENULISAN
I.2.1.
TUJUAN UMUM
I.2.2.
TUJUAN KHUSUS
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II TINJAUAN
TEORI
BAB III ANALISA DAN
PEMBAHASAN
III.1. TEORI HUMANISTIK CARL
ROGERS
III.1.1.
Aktualisasi Diri
III.1.2.
Perkembangan Kepribadian
III.2. POKOK – POKOK TEORI ROGERS
III.3.
METODE – METODE PENYELIDIKAN CARL ROGERS
III.4. DINAMIKA
KEPRIBADIAN
III.5.
APLIKASI
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
Carl Ransom
Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8 Januari 1902. Pada umur 12 tahun
keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada pertanian
secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada
tahun-tahun pertama Rogers sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah
menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin pada 1924 Rogers masuk Union
Theological College of Columbia, disana Rogers mendapat pandangan yang liberal
dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teachers College of Columbia,
disana Rogers terpengaruh oleh filsafat John Dewey serta mengenal psikologi
klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers mendapat gelar M.A. pada tahun
1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktisnya yang pertama-tama
diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut orientasinya
Freudian. Rogers menemukan bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak
cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan
pemikiran menurut aliran Thorndike.
Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi, Rogers
menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi pemimpinnya.
Selama masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst
yang memisahkan diri dari Freudian yang ortodok.
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru
besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke
suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena
rangsangannya Rogers merasa terpaksa harus membuat pandangannya dalam
psikoterapi itu menjadi jelas. Dan ini dikerjakannya pada 1942 dalam buku Counseling
and Psychotheraphy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi mahaguru psikologi di
Universitas of Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi presiden
the American Psychological Association. Dan meninggal dunia tanggal 4
Februari 1987 karena serangan jantung.
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client
centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan
pengalamannya sebagai terapis selama
bertahun-tahun. Teori Rogers
mirip dengan pendekatan Freud, namun pada
hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia
pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan
mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain
dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup"
yang disebut kecenderungan aktualisasi.
Kecenderungan aktualisasi tersebut
diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan
bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk
hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa
yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul
keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog
lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman
dan rasa cinta, dan sebagainya.
BAB III
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
III.1. TEORI HUMANISTIK CARL ROGERS
III.1.1. Aktualisasi Diri
Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis,
aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan
konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki
kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan
menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang
dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi
diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi
dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran
Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman
seksual sebelumnya.
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat
bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang
masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap
berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar
khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia
sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang
akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–pengalaman perseptualnya. Lapangan
pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah
self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
III.1.2. Perkembangan Kepribadian
Konsep diri (self concept) menurut Rogers adalah
bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, dimana “aku“
merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti
dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan
sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat“. Jadi, self
concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang
berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan
konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai
atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
1.
Incongruence
Incongruence adalah
ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2.
Congruence
Congruence berarti
situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep
diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence
ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya.
Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku
sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang
tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang
tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya.
Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan
meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia
bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir
bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk
melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah
perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia
dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat
gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus
menerus.
Contoh:
“Erin yakin
bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat
pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau
bahkan tidak memberikan tips sama sekali saat di restoran. Ketika teman makan
malamnya memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap
bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan pelayanan
yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian tipsnya pada
pelayanan yang buruk, maka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap
menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan”.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan,
penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Perkembangan
diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang ibu.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
·
Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan
mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive
regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat
berfungsi sepenuhnya.
·
Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan
penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia
akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan
tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia
dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person
sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan
penuh kepercayaan.
III.2. POKOK-POKOK TEORI ROGERS
Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah:
- Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual)
Organisme memiliki sifat-sifat berikut:
a)
Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan
phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b)
Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu:
mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
c)
Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal
itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga
pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak
memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2.
Medan
phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat
disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan
phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
3.
Self, yaitu bagian
medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan
dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”. Self mempunyai bermacam-macam sifat:
·
Self berkembang dari interaksi
organisme dengan lingkungan.
·
Self mungkin
menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk)
yang tidak wajar.
·
Self mengejar
(menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
·
Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent)
dengan self.
·
Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan stuktur self
diamati sebagai ancaman.
·
Self mungkin berubah
sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Sifat-sifat
dari ketiga konsepsi itu dan saling hubungannya dirumuskan oleh Rogers dalam 19
dalil dalam bukunya Client-centered therapy :
1.
“Tiap individu ada dalam dunia
pengalaman yang selalu berubah, di mana dia menjadi pusatnya”. Rogers
berpendapat bahwa mungkin hanya sebagian kecil saja daripada dunia pengalaman
itu yang disadari. Pengalaman disini artinya sebagai segala sesuatu yang
terjadi dalam organisme dalam sesuatu saat, termasuk proses-proses psikologis,
kesan-kesan sensoris, dan aktivitas-aktivitas motoris.
2.
“Organisme bereaksi terhadap
medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi individu dunia
pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)”. Dalil ini menunjukkan bahwa
pribadi tidak bereaksi terhadap perangsang-perangsang dari luar dan pendorong
dari dalam (as such, an sich), tetapi dia bereaksi terhadap hal yang merangsang
dan mendorongnya seperti apa yang dialaminya.
3.
“Organisme bereaksi terhadap
medan phenomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi (organized whole)”.
Istilah organized whole ini konsepsi holistis yang berasal dari psikologi
Gestalt (Goldstein). Pendapat ini menunjukkan bahwa Rogers tidak sepaham dengan
cara penyelidikan segmental, misalnya stimulus-response (psikologi). Organisme
selalu merupakan suatu sistem yang terorganisasi, sehingga perubahan pada tiap
bagiannya akan menimbulkan perubahan pada lain-lain bagian.
4.
“Organisme mempunyai satu
kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan
mengembangkan diri”. Rogers menambahkan bahwa kecenderungan bergerak maju itu
hanya akan berfungsi kalau pemilihan diamati dengan jelas dan dilambangkan
secara baik.
5.
“Pada dasarnya tingkah laku
itu adalah usaha organisme yang berarah tujuan (goal-directed, deolgericht),
yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dialaminya, dalam medan
sebagaimana diamatinya”.
6.
“Emosi menyertai dan pada
umumnya memberikan fasilitas tingkah laku berarah tujuan itu”.
7.
“Jalan yang paling baik untuk
memahami tingkah laku ialah dengan melalui internal frame of reference orangnya
sendiri”. Rogers berpendapat, bahwa self-report tidak memberikan
gambaran yang lengkap mengenai kepribadian, karena :
·
Orang mungkin sadar akan
alasan tingkah-lakunya akan tetapi tak dapat menyatakannya dalam kata-kata.
·
Orang mungkin tidak menyadarinya.
·
Orang mungkin menyadari
pengalamannya dan dapat menyatakannya, tetapi dia tidak mau berbuat demikian.
8. “Suatu
bagian dari seluruh medan pengamatan sedikit demi sedikit terdiferensiasikan
sebagai self”. Rogers berpendapat bahwa self phenomenal terdiferensiasikan dari
medan phenomenal. Self ini ialah kesadaran orang akan adanya dan berfungsinya.
9. “Sebagai
hasil saling pengaruh dengan lingkungan, terutama sebagai hasil dari saling
pengaruh dengan lingkungan, terutama sebagai hasil dari saling pengaruh yang
bersifat menilai dengan orang-orang lain, struktur self itu terbentuk pola
pengamatan yang teratur, lentur (fluid),selaras dalam hubungan dengan “I” atau
“me”, beserta nilai-nilai yang dihadapi dengan konsepsi ini”.
10. “Nilai-nilai
terikat kepada pengalaman, dan nilai-nilai yang merupakan bagian struktur self,
dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang dialami langsung oleh organisme, dan
dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang diintroyeksikan atau diambil dari
orang lain, tetapi diamati sebagai dialaminya langsung”.
11. Pengalaman
yang terjadi ddalam kehidupan individu itu dapat dihadapi dengan demikian :
a. Dilambangkan,
diamati dan diatur dalam hubungan dengan self,
b. Diabaikan
karena tak ada hubungan yang terlihat dengan struktur self,
c. Ditolak atau
dilambangkan secara palsu oleh karena pengalaman itu tak selaras dengan
struktur self.
12. “Kebanyakan
cara-cara bertingkah laku yang diambil orang ialah yang selaras dengan konsepsi
self”.
13. “Dalam
beberapa hal tingkah laku itu mungkin didorong oleh pengalaman-pengalaman dan
kebutuhan-kebutuhan organis yang tidak dilambangkan. Tingkah laku yang demikian
itu mungkin tidak serasi dengan struktur self, akan tetapi dalam hal yang
demikian tingkah laku itu tidak diakui oleh individual yang bersangkutan”.
14. “Psychological
maladjustment terjadi apabila organisme menolak menjadi sadarnya pengalaman
sensoris dan visceral yang kuat, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan
diorganisasikan ke dalam gestalt struktur self. Apabila hal ini terjadi, maka
akan terjadi psychological tension”.
15. “Psychological
adjustment terjadi apabila konsepsi self itu sedemikian rupa, sehingga segala
pengalaman sensoris dan visceral diasimilasikan pada taraf lambang (sadar) ke
dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self”.
16. “Tiap
pengalaman yang tak selaras dengan organisasi atau struktur self akan diamati
sebagai ancaman, dan makin meningkat pengamat itu akan makin tegas struktur
self itu untuk mempertahankan diri”.
17. “Dalam
kondisi tertentu, pertama-tama tiadanya ancaman terhadap struktur self, pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan struktur self dapat diamati dan diuji dalam struktur
self direvisi untuk dapat mengasimilasi dan melingkupi pengalaman-pengalaman
yang demikian itu”.
18. “Apabila
orang mengalami dan menerima segala pengalaman sensoris dan visceral-nya
kedalam sisitemnya yang integral dan selaras, maka dia akan lebih memahami
orang lain dan menerima orang lain sebagai individu”.
19. “Teori ini
pada dasarnya bersifat phenomenologis dan terutama berhubungan dengan konsepsi
untuk menerangkan. Teori itu menggambarkan titik akhir daripada perkembangan
kepribadian yaitu adanya kesamaan pokok antara medan pengalaman phenomenal dan
struktur self konseptual.
III.3. METODE – METODE PENYELIDIKAN
CARL ROGERS
Rogers adalah pelopor di dalam penyelidikan di bidang
counseling dan psikoterapi, dan memberikan banyak dorongan ke arah penyelidikan
mengenai sifat-sifat dari proses yang terjadi selama perawatan klinis.
Penyelidikan mengenai psikoterapi sebenarnya sangat sukar, oleh karena sifat
individualnya, suasana psikoterapi itu, therepist terpaksa tunduk kepada
kesejahteraan pasien dan mengabaikan syarat-syarat research dengan mengizinkan
masuknya semua hal yang individual yang diperlukan oleh pasien ke dalam ruang
perawatan. Dalam kenyataanya perumusan sistematis mengenai teori self yang
disusun Rogers itu ditentukan oleh penemuan-penemuan research. Semenjak
perumusan teori itu Rogers memperluas research yang meliputi pula macam-macam
kesimpulan-kesimpulan dan teori kepribadiannya.
a. Penyelidikan
Kuantitatif
Banyak gagasan-gagasan Rogers
tentang kepribadian disimpulkan dengan cara kualitatif dari catatan-catatan
mengenai pernyataan pasien mengenai gambaran dirinya sendiri (self picture)
serta perubahan-perubahannya selama terapi.
b. Analisis Isi
(Content Analysis)
Metode ini terdiri dari perumusan sejumlah
kategori yang dipakai untuk mengklasifikasikan verbalisasi pasien.
Pernyataan-pernyataan pasien selama interview dalam terapi diklasifikasikan.
mIsalnya membuat kategori-kategori mengenai self-referance :
·
Positive approval
self-reference.
·
Negative or disapproval
self-reference.
·
Ambivalent self-reference.
·
Ambiguous selg-reference.
c. Penyelidikan-penyelidikan
dengan Q Technique
Q technique
adalah suatu metode untukmenyelidiki secara sistematis mengenai pengertian
orang (gambaran orang) mengenai dirinya sendiri, walaupun sebenarnya metode ini
juga dapat dipakai untuk menyelidiki hal-hal lain. Orang yang diselidiki diberi
sejumlah pernyataan (statement), lalu disuruh menyusun menurut urutan tertentu.
Misalnya Butler & Heigh dengan maksud mentest assumption bahwa orang yang
datang pada counseling itu kurang puas terhadap diri sendiri, dan kalau telah
mengalami counseling yang berhasil ketidakpuasan itu akan berkurang
mengerjakannya, demikian dibuat pernyataan-pernyataan pasien di dalam terapi
seprti :
“ I am a submissive person”
“ I am a hard worker”
“ I am a likable”
“ I am a impulsive person”
Sebelum mulia counseling pasien disuruh memilih
mengatur kartu yang berisi pernyataan itu dalam dua cara :
1) Self-sort :
Aturlah kartu-kartu ini untuk menggambarkan dirimu sendiri sebagaimana kau
lihat hari ini dari yang paling tidak mirip dengan kamu sampai yang paling
mirip dengan kamu.
2) Ideal-sort :
sekarang aturlah kartu-kartu itu untuk menggambarkan orang yang kamu
cita-citakan, orang yang ingin kamu tiru, kamu ingin seperti dia.
III.4. DINAMIKA
KEPRIBADIAN
Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang yang
berfungsi penuh :
1. Keterbukaan
pada pengalaman
Yang berarti bahwa seseorang
tidak bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel, tidak hanya
menerima pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tapi juga dapat
menggunakannya dalam membuka kesempatan lahirnya persepsi dan ungkapan-ungkapan
baru.
2.
Kehidupan eksistensial
Orang yang tidak mudah
berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena
kepribadiannya terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3.
Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Yang berarti bertingkah laku
menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam
memutuskan suatu tindakan yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor
rasional atau intelektual.
4.
Perasaan bebas
Semakin seseorang sehat secara
psikologis, semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5.
Kreativitas
Seorang yang kreatif
bertindak dengan bebas dan menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif,
serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara
yang memuaskan.
III.5. APLIKASI
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan
kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya.
Mula-mula corak konseling ini disebut non-directive therapy,
kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud individualitas
konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. Menurut Rogers,
dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif. Dalam
dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi yang
dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang dikemukakannya itu dinamakan: non-directive
therapy atau client centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
- Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
- Mudah dipelajari
- Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan dinamika kepribadian
- Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri
arah perkembangannya dan menciptakan kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab
itu, konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan tendensi
perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi
perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin
membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian,
tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya. Dengan cara ini, konselor dapat
membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk
memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap :
1. Menerima (Acceptance)
Sikap terapis yang ditujukan agar
klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2. Kehangatan (Warmth)
Ditujukan agar
klien merasa aman dan memiliki penilaian yang
lebih positif tentang dirinya.
3. Tampil
apa adanya (Genuine)
Kewajaran yang perlu ditampilkan
oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
4. Empati (Emphaty)
Menempatkan diri dalam kerangka
acuan batiniah (internal frame of reference), klien
akan memberikan manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5.
Penerimaan tanpa syarat (Unconditional
positive regard)
Sikap penghargaan tanpa tuntutan
yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun negatif perilaku atau
sifat klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6.
Transparansi (Transparancy)
Penampilan terapis
yang transparan atau tanpa topeng pada saat
terapi berlangsung maupun dalam
kehidupan keseharian merupakan hal yang penting bagi klien
untuk mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu yang
diutarakan.
7. Kongruensi (Congruence)
Konselor dan
klien berada pada hubungan yang sejajar dalam relasi
terapeutik yang sehat. Terapis bukanlah
orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah diri
secara konstruktif mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak
psikologis. Dengan demikian, akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam
proses terapi antara lain :
- Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem yang dihadapi.
- Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.
- Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
- Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
- Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
- Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
- 7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional positive regard.
- Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan baik.
- Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight
secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya, maka :
- Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
- Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
- Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan dengan orang lain.
Kelemahan
atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata
melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi
sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang
berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya. Selain itu gagasan bahwa
seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia
sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas
dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah
laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa
depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman
traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
BAB IV
KESIMPULAN
Rogers adalah tokoh psikologi yang terkenal sebagai psikolog
humanis, klinis, dan terapis. Ide pokok dari teori Rogers yaitu individu
memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup,
dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi
yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri..
Aktualisasi diri adalah motivasi orang yang sehat. Jadi
manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa
kanak-kanak.
Pokok – pokok
teori Rogers adalah organism, medan phenomenal, dan self. Organism
yaitu keseluruhan individu (the total individual), medan phenomenal yaitu keseluruhan
pengalaman (the
totality of experience), sedangkan self yaitu bagian medan
phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan
penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan
kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya.
Mula-mula corak konseling ini disebut non-directive therapy,
kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud
individualitas konseling yang setaraf dengan individualitas konselor.
Menurut Rogers, dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang
permisif. Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi
yang dikemukakan dan dikembangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
blog.tp.ac.id/pdf/tag/implikasi-teori-carl-rogers.pdf
id.wikipedia.org/wiki/Carl_Rogers
sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/niky1331701927.pdf
novira08.wordpress.com/2010/05/29/teori-humanistik-carl-rogers/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=teori%20carl%20rogers%20&source=web&cd=8&cad=rja&ved=0CFMQFjAH&url=http%3A%2F%2Fwardalisa.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F26404%2FMateri%2B09%2B-%2BTeoriKepribadianCarlRogers.pdf&ei=bja_UJatL9HnrAelwoDwAQ&usg=AFQjCNHgxJ7Xszr3713exqHpcjKIs1HS7A